Monday, June 17, 2013

Kantor Berita Musik?

Bekerja sebagai seorang jurnalis musik adalah bagian dari passion hidup saya selama ini. Hobi menulis dan bermusik, tentu tidak akan susah ketika harus bekerja dengan tuntutan menulis apa pun yang berhubungan dengan musik, album baru, lagu baru, kolaborasi baru dan konser.

Bercerita tentang ini Saya jadi ingat ucapan Saya kepada seorang teman, "pengen banget nulis tentang musik, apapun!" Tentu menyenangkan ketika semua itu tercapai di tiga bulan terakhir ini. Ya, tiga bulan. Setelah lima tahun bertengkar demi mewujudkan semua ini terjadi. Setelah ratusan nada miring akan paradigma 'mau jadi apa seorang jurnalis'. Ya mau jadi jurnalis!

Tunggu dulu, jangan dulu kalian salutkan kemengan itu, karena ternyata semuanya tidak seindah seperti yang dibayangkan selama lima tahun terakhir. Alasannya? Jelas, menjadi jurnalis musik di sebuah kantor berita, hanya menjadi rubrik kecil dari kanal besar seluruh berita yang ditulis setiap harinya. Tolong jangan bayangkan suasana dimana semua orang begitu terlihat sebagai pengamat, alih - alih pengamat, Saya dan mereka yang ada di sana justru lebih menggambarkan orang - orang dengan semangat yang tertunda untuk idealisme bos besar yang sangat tinggi.

Menuliskan setidaknya 10 berita musik setiap hari sama sekali tidak menyulitkan, satu hal yang membuat semua itu berat adalah munculnya tokoh musik baru. Bagi Saya mereka bahkan belum bisa memainkan satupun alat musik. Bisa dibayangkan ketika seorang yang jelas - jelas lahir bukan untuk tujuh nada, hanya karena sebuah peristiwa Ring Back Tone (RBT), Saya harus mewawancaranya dan memasukannya ke dalam rubrik musik. Ini tidak fair!! Ditambah peristiwa itu harus didahulukan daripada sebuah band punk legendaris asal Amerika hanya karena mereka tidak punya pasar di Tanah Air ini.

Ada lagi satu peristiwa dimana Saya harus menuliskan tentang lima album dengan foto paling seksi yang pernah ada. Ini bagus untuk para kolektor dan penggemar mereka sendiri. Bagaimana dengan orang tua dan anak kecil dan mungkin saudara Saya yang membaca lalu menemukan nama Saya sebagai penulisnya. Ini tidak bagus! Dan kemudian mereka meminta Saya mengulanginya lagi untuk beberapa hari dengan tema yang hampir sama. Sepertinya begitu banyak orang yang bertambah pengetahuan bermusiknya karena tulisan itu. 

Sejujurnya Saya lebih mendambakan sebuah media musik yang sangat musik. Tidak dengan sesuatu yang berbau musik, tapi mendarah daging-kan musik. Musik itu soal jiwa dan rasa, bukan kaos band rock apa yang anda pakai hari ini. Bukan juga soal apakah si anu yang diorbitkan oleh si ini, padahal si anu dan ini sama sekali tidak bisa bernyanyi. Uang mereka yang bernyanyi.

Musik ini tidak seperti politik dimana banyak pelakunya bisa membohongi siapapun demi keuntungan material. Justru musik itu melatih kejujuran, jarang ada orang yang tidak bisa bernyanyi kemudian dikatakan bagus musikalitasnya, paling - paling dia tenar karena gosip. Penonton menilai langsung, penonton hadir langsung, penonton berdansa dan tepuk tangan!!!

Musisi adalah musisi. Bukan hanya anak band, bukan hanya penyanyi pria dan wanita. Terkadang justru sang pembetot bass dan penabuh drum. Musisi punya jiwa yang mengalunkan tujuh nada dan raga yang dengan irama yang menggelora. Jadi tolong jangan hanya bisa bernyanyi, lantas anda menjadi musisi. Jangan hanya karena jacket kulit anda menjadi seorang Mick Jagger.

Sekedar informasi, saya bekerja untuk sebuah media online terbesar di Indonesia. Dan di rubrik kecil itulah saya bercerita.


RGB Class, Kemang
19.38 WIB

2 comments:

  1. Mantaps gan artikelnya, ada portal berita musik online terbaru loh gan, coba ke tekape deh gan >> Berita Musik Terbaru

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks boy!! Anyway udah gue baca-baca musikgank.com-nya, good job. Keep walking boy!

      Delete

Labels

ARIFA (1) Coretan (10) Emosi Jiwa (10) Fiksi (2) Minggu Pagi (4) Musik (10) Uncategorized (6)