Friday, December 21, 2012

Perempuan Bar

Matahari pagi datang menyambutku begitu cepat. Tidak seperti hari - hari sebelumnya ketika Aku berbalik arah menghindarinya. Tidak ada yang istimewa kenapa Aku melakukannya. Hanya jika Aku bangun lebih lama, Aku akan bangun dengan mimpi buruk.

Aku tidur bersama seorang perempuan paling cantik tadi malam. Aku bertemu dengannya di sebuah bar kelas menengah di kawasan 'Kerah Putih.' Kami sepanjang waktu. Dari malam yang masih malu - malu untuk hadir sampai malam yang murka dan suram karena kami tak kunjung pulang.

Aku tidak mendapatkan firasat apa - apa ketika memutuskan untuk pergi malam tadi. Aku hanya ingin keluar dari ruang sempit berukuran 4x4 yang tidak lagi menarik untuk ditiduri. Aku melangkahkan kaki ke sebuah bar dengan pintu kayu model Amerika 1950an. Tidak terlalu reot, tapi cuku kusam bila dibandingkan dengan cafe - cafe modern di luar sana.

Kondisi di dalam seperti biasanya, sebuah meja panjang tempat para bartender bekerja dan sekumpulan meja bulat kayu untuk para penikmat kesendirian malam. Kesenderian malam? Oh ya tentu saja. Meja - meja itu hanya diisi paling banyak satu makhluk hidup yang disebut manusia. Sisanya? Beberapa botol beer dan gin. Kesendirian bukan.

Tanpa maksud untuk mengejek mereka, Aku juga sendiri malam itu. Namun Aku lebih memilih duduk di meja panjang tempat para bartenders berlindung. Sebuah botol berwarna hijau menghampiriku. Suara berat dari kakek berumur lebih dari setengah abad, Johnny Cash. Mengalun mesra menemani setiap khayalan liar di sana. Ternyata cash masih punya cukup nyali.

Pandangan mataku yang mengelilingi setiap sudut ruangan, mengikuti kemana pikiran - pikiran liarku berjalan. Aku santai sejenak. Sampai akhirnya mereka harus berhenti secara spontan, bahkan Aku hampir tersedak beer yang sedang ku minum...


Karang Pola, Pasar Minggu
10-Des-12, 07.30 WIB

Tuesday, December 18, 2012

APA?

Sebenarnya, apa yang orang - orang cari dalam Senin - Minggu mereka berjalan? Apakah tertawa dan menangis sepanjang waktu. Kemudian tertawa dan menangis sepanjang minggu. Kemudian tertawa dan menangis, tertawa lagi dan menangis lagi.

Ada satu peristiwa dimana Aku saat itu sedang duduk sendiri tanpa termenung tetapi berfikir. Aku  mau sama dengan mereka, atau Aku akan mengancurkan tembok batas ranah berfikir manusia.Setelah itu Aku masih berusaha menarik ulur kerangka berfikir untuk sampai di sebuah titik cerah. Toh tidak harus seorang Superhero yang bisa mendobrak dan menghancurkan apa yang menghalanginya. Tidak juga Boss cartel narkoba yang mampu membeli dan merubah negaranya. Tapi seorang anak muda yang berfikir dengan raga akan mampu berjalan di atas riak air kehidupan. Itu saja.

Sebenarnya apa yang orang - orang tahu tentang cita bangku Sekolah Dasar? Apakah berbeda dengan cita saat ini. Saat manusia sudah mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Saat manusia tidak harus merangkak lagi hanya untuk mendaptkan botol susu.

Sebuah cita sudah tergantung begitu tinggi dalam setiap alam berfikir manusia. Ketika cita mengenal kata dan kalimat, cita bertransformasi. Ketika cita mengenal tumbuhan, hewan dan manusia, cita berkembang. Ketika cita bertemu dengan rasa dan cinta, cita mengenalkan dalam wujud yang paling indah. Lalu bermunculan akumulasi cita di tengah - tengah kehidupan manusia. Manusia berlomba - lomba menemukan citanya. Saat itulah manusia terbagi menjadi tiga golongan. Yang pertama manusia yang bertemu dengan citanya. Kedua, manusia yang tersesat dan tidak pernah bertemu dengan cita. Yang ketiga manusia yang justru bertemu dengan cita orang lain, kemudian melabeli itu sebagi miliknya.

Sejujurnya apa yang orang - orang tahu soal cinta? Hahaha... Sejujurnya Aku juga tidak tahu harus menulis apa pada bagian ini. Bukan karena ini hal yang rumit, tapi memang cinta tidak bisa ditafsirkan dengan frase tulisan manapun. Terlalu suci. Tapi satu hal yang Aku pahami, cinta itu menggunakan hati. Jadi semua aksi dan rasa yang menggunakan hati itulah cinta.


Reading Room, Kemang
20.09

Wednesday, December 5, 2012

Persamaan

Aku tahu ketika matamu memandang datar seperti biasanya. Tak ada kejernihan tersendiri dari keruh yang biasanya.
Aku tahu ketika bibirmu tersenyum tipis dalam setiap harinya. Tidak pernah lebih lebar dari pada minggu - minggu sebelumnya.
 Aku juga tahu saat kepalamu mengangguk lemah seperti biasanya. Tidak lebih tegas daripada ajakan - ajakanku yang kemarin.
 Aku juga tahu saat derap langkahmu tak berima seperti biasanya. Tidak semerdu kau berlari menjemput mereka hari ini.

Tapi Aku tak tahu ketika matamu melihat kejernihan yang berbeda dari keruh sebelumnya.
 Tapi  Aku tak tahu ketika bibirmu tersenyum sangat lebar daripada minggu - minggu sebelumnya.
Tapi Aku juga tidak tahu bahwa lambaian lentik kepala itu lebih tegas dari ajakanku waktu itu.
Tetapi Aku tidak pernah tahu kalau ternyata derap langkah itu begitu merdu hingga membuat burung - bernyanyi, ketika kau berlari menjemputku hari ini.


RGB Digital Imaging, Kemang
18.22 WIB

Labels

ARIFA (1) Coretan (10) Emosi Jiwa (10) Fiksi (2) Minggu Pagi (4) Musik (10) Uncategorized (6)