Thursday, December 5, 2013

'Sunset Di Tanah Anarki' - Perjuangan Manis Superman Is Dead

"Album ini seperti obat. Obat kalau kita minum langsung, banyak yang tidak suka karena pahit. Beberapa orang mencampurkannya dengan gula atau madu agar lebih mudah ditelan."

Kalimat di atas adalah penjelasan Jerinx, penabuh drum Superman Is Dead (SID) saat peluncuran album 'Sunset Di Tanah Anarki'. Dan itu mengapa album ini adalah disebut perjuangan yang manis dari sebuah band punk Tanah Air bernama SID.

Secara keseluruhan, tema materi dari 17 lagu yang hadir adalah mengenai perjuangan dalam arti yang sebenarnya. Bisa dilihat dari lirik-lirik seperti,

Dan kita para tentara, para pejuang waktu, tanah ini / Luka ini demi esok yang lebih bersinar. Ada lagi Bertarung lepas tiada henti / Menancap keras di dada / Kita belati, kita adalah belati.

Tidak hanya lirik-lirk berbahasa Indonesia saja, dari lirik berbahasa Inggris justru SID lebih 'kasar', seperti, Crazy world of ignorance / Sorrow, lust and loaded guns / Dp you feel unknown.

Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sejumlah metafora indah hadir di tiap penggalan kalimat, di tiap baitnya. Dan sebetulnya, jika dibaca lebih seksama, puisi-puisi yang menjadi lirik itu sangat penuh cinta.

Dengan cerdas SID, menjadikan lagu-lagu dengan aransemen yang terdengar manis tadi menjadi pembuka. Pertama, 'Jadilah Legenda' yang mengawali perjalanan album kelima bersama Sony Music Indonesia ini. Berikutnya, adalah lagu pembuka dari 17 lagu berjudul 'The Opening (Ketika Senja)' yang mendahulukan suara merdu piano sebelum dihajar distorsi kasar dan 'amarah' vokal Bobby Kool di menit-menit akhir.

Lagu-lagu berikutnya hilang sudah kesan mellow yang sempat melekat pada band yang digawangi oleh Jerinx, Bobby Kool dan Eka Rock ini. 'Bulan & Ksatria' dan 'Kita Adalah Belati' memperdengarkan lagu bertempo cepat  dengan lirik panjang khas SID di masa 1999 - 2003.

Setelah itu, 'Turn Back Time' dan 'Bulleproof Heart' SID kembali memberikan 'kemanisan' perjuangannya lewat nada-nada yang lebih catchy. Lebih bisa membuat siapapun bernyanyi bersama, meski dari segi lirik, tetap saja amarah SID terhadap penguasa yang diniliat tidak beradap itu, tak bisa disembunyikan.

Lagu yang berjudul sama dengan albumnya adalah lagu keenam yang memiliki dua kelebihan. Pertama, 'Sunset Di Tanah Anarki' dibuka oleh vokal perempuan, sedikit sengau, namun merdu di nada-nada akhirnya. Cukup membuat pendengarnya terlena hingga vokal Bobby Kool masuk, namun kali ini tidak mengagetkan karena lagu ini sendiri memang berwarna balada. Kelebihan kedua adalah, lagu ini merupakan lagu terpanjang dari 17 lagu yang ada. Dengan durasi hingga 5.29 menit.

Di 'Water Not War' dan 'Luka Hari Ini Mereka Luka Selamanya' SID masih memperlambat tempo mereka sampai lagu berjudul 'Running'  yang merupakan lagu kesembilan berbunyi. Nuansa khas SID tempoe doeloe kembali terdengar menyuarakan perjuangan yang tidak boleh lelah sedikitpun. Hal itu terus berlangsung di tiga lagu berikutnya, 'Forever Love Insane', 'Belati Tuhan' dan 'Fast Cure'.

Demi keseimbangan, empat lagu terakhir SID memperindah lagi perjuangangannya dengan nada-nada manis tapi tidak dengan pesannya. 

Empat lagu tersebut adalah 'Wake Me Up', Forgivers', 'Jadilah Legenda' yang merupakan single perdana SID dan salah satu lagunya yang cukup banyak mendapatkan perhatian akibat musik yang cukup 'pop'.

Dan sama seperti pembukaan, lagu dengan musik dan lirik yang lebih ringan berjudul 'Burn The Night' menutup perjuangan SID dengan manis kali ini.

Saya yakin, mereka tidak lelah. Kemanisan 'Sunset di Tanah Anarki' banyak memberik kekuatan untuk berperang. Sampai bertemu di medan perang selanjutnya, Bli!

Tulus..?

Engkau tak ubahnya yang lain. Mereka yang menuntut pelabelan atas seseorang. Entah untuk apa.

Engkau tak ubahnya yang lain. Berusaha mendapatkan apapun yang didapatkan orang lain. Bahkan, sejak lahir saja kembar tak pernah sama. Aku juga

Lantas mengapa masih saja?

Tidak adakah yang benar-benar tulus di Jakarta? Apa benar semua sudah hancur melebur ke dalam satu bejana lumpur sehingga tak lagi menampakkan sinar?

Daun-daun hijau di dinding berbisik, "masihkah dia memikirkan mu dalam lelapnya?" Aku tidak peduli.

Rubrik dalam ranjang berteriak, "jangan bodoh dengan cinta, karena itu cuma sementara!" Tahu aku bilang apa?

Aku tiada pernah berbicara lain selain cinta. Sampul kontekstual manusia tidak pernah tentang logika, baik dan buruk, pintar dan bodoh. Ini cinta.

Lantas mengapa masih saja?


Calibata B/10
01.28 WIB

Labels

ARIFA (1) Coretan (10) Emosi Jiwa (10) Fiksi (2) Minggu Pagi (4) Musik (10) Uncategorized (6)