Matahari
pagi datang menyambutku begitu cepat. Tidak seperti hari - hari
sebelumnya ketika Aku berbalik arah menghindarinya. Tidak ada yang
istimewa kenapa Aku melakukannya. Hanya jika Aku bangun lebih lama, Aku
akan bangun dengan mimpi buruk.
Aku tidur bersama seorang perempuan paling cantik tadi malam. Aku
bertemu dengannya di sebuah bar kelas menengah di kawasan 'Kerah Putih.'
Kami sepanjang waktu. Dari malam yang masih malu - malu untuk hadir
sampai malam yang murka dan suram karena kami tak kunjung pulang.
Aku tidak mendapatkan firasat apa - apa ketika memutuskan untuk pergi
malam tadi. Aku hanya ingin keluar dari ruang sempit berukuran 4x4 yang
tidak lagi menarik untuk ditiduri. Aku melangkahkan kaki ke sebuah bar
dengan pintu kayu model Amerika 1950an. Tidak terlalu reot, tapi cuku
kusam bila dibandingkan dengan cafe - cafe modern di luar sana.
Kondisi di dalam seperti biasanya, sebuah meja panjang tempat para
bartender bekerja dan sekumpulan meja bulat kayu untuk para penikmat
kesendirian malam. Kesenderian malam? Oh ya tentu saja. Meja - meja itu
hanya diisi paling banyak satu makhluk hidup yang disebut manusia.
Sisanya? Beberapa botol beer dan gin. Kesendirian bukan.
Tanpa maksud untuk mengejek mereka, Aku juga sendiri malam itu. Namun
Aku lebih memilih duduk di meja panjang tempat para bartenders
berlindung. Sebuah botol berwarna hijau menghampiriku. Suara berat dari
kakek berumur lebih dari setengah abad, Johnny Cash. Mengalun mesra
menemani setiap khayalan liar di sana. Ternyata cash masih punya cukup
nyali.
Pandangan mataku yang mengelilingi setiap sudut ruangan, mengikuti
kemana pikiran - pikiran liarku berjalan. Aku santai sejenak. Sampai
akhirnya mereka harus berhenti secara spontan, bahkan Aku hampir
tersedak beer yang sedang ku minum...
Karang Pola, Pasar Minggu
10-Des-12, 07.30 WIB